Sabtu, 01 November 2008

Syech Nawawi (4)


SYEKH NAWAWI SEBAGAI SIMBOL PERLAWANAN

Oleh Aji Setiakarya

Nama Syekh Nawawi dilingkungan pesantren salafi tentu tidak bisa diragukan lagi keterkenalannya. Itu disebabkan karya-karya beliau banyak digunakan di pesantren. Sebut saja misalnya Syarah Al-Jurummiyah yang isinya tentang tatabahasa Arab, yang terbit tahun 1881 di Mekkah. Kitab ini menjadi kitab dasar bagi para santri yang masuk pesantren salafi. Selain Sarah Al-Jurumiyah ada pula Fathul Mujib, yang isinya uraian tentang lima bagian-bagian penting daripada hukum Islam dan lima rukun Islam.

Di kampung saya, nama Syekh Nawawi terkenal. Karena biasanya ibu-ibu di kampung saya mengikuti kajian kitab Syekh Nawawi ini. Nenek saya sering mengikuti kajian kitab Fathul Mujib dalam sebuah pengajian yang diselenggarakan oleh seorang kiayi. Dan yang saya kenal betul dari nenek saya adalah At-Tijanu Darari yang isinya tentang aqidah islam. Ya, di kalangan pesantren tradisional nama intelektual yang dijuluki Al-Alim di Mesir ini masih populer sampai saat ini, tulisan Djamal D Rahman di edisi Selasa lalu telah memberikan keyakinan jika buku karya Syekh Nawawi Banten masih laku hingga sekarang. Menurut Djamal dari 20 judul yang ia sebutkan di sebuah toko kitab di Sumenep Madura, 17 judul masih bisa didapatkan dengan mudah.

Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Penerbit; LP3ES mengutip Y.A Sarkis (1928), bahwa 37 karya Nawawi dianggap sangat penting yang menjadi refrensi studi Islam internasional dari sekitar seratus lebih karyanya. Kitab-kitab Syekh Nawawi diterbitkan di Mesir, Beirut , dan Libanon dan dibeberapa negara yang menganut imama Syafi’i.

***

Jujur, meskipun nenek saya suka menenteng Fathul Qorib dan Tijan Ad-durari pada setiap Minggu siang, saya tidak tahu bahwa Nawawi yang makamnya di Ma’la Mekka ini adalah pengarangnya. Perkenalan pertama dengan Syekh Nawawi adalah saat saya kelas 3 Madrasah Tsanawiyah Negeri Padarincang, secara tidak sengaja saya ikut saudara dalam sebuah pengajian rutin di sebuah pondok pesantren Bismillah yang letaknya tidak jauh dari rumah kakek saya. Saat itu saudara saya pergi belajar untuk Sarah Al-Jurumiyah oleh paman saya di pondok. Saya disuruh mengikutinya oleh kakek. Dengan agak terpaksa saya ikut.

Di pondok itulah saya mendengar nama Syekh Nawawi disebut pertama kali sebelum pengajian dimulai oleh seorang guru ngaji. Saat itu saya cuek saja dengan Syekh Nawawi. Karena saya tidak tahu mendalam soal Syekh Nawawi. Saat saya menginjak Madrasah Aliyah, saa mulai familiar dengan Nawawi lantaran banyak teman saya yang suka berziarah pada akhir bulan syawal, yang merupakan upacara peringatan wafatnya atau khaul Syekh Nawawi di Kampung Tanara Serang Banten. Saya sering mendengar cerita dari mereka, bahwa jika saat peringatan puluhan ribuan orang berkumpul di tempat yang sama untuk memanjatkan do’a. Sayangnya ribuan orang yang berbondong-bondong itu tidak tahu siapa Syekh Nawawi dan kiprahnya di dunia intelektual dan keilmuan Islam. Mereka tidak tahu bahwa K.H Hasyim As’ari adalah murid Syeh Nawawi Al-Bantani. Mereka tidak tahu jika Syekh Nawawi Al-Bantani Al-Tanari wafat di Mekkah Al Mukarromah. Kebanyakan dari mereka hanya tahu bahwa Syekh Nawawi adalah tokoh wali yang kramat yang harus diziarahi.

Tidak ada komentar: